Sunday, November 15, 2015

MORAL DAN ETIKA DALAM SISTEM INFORMASI

Perkembangan  teknologi komputer sebagai sarana informasi memberikan banya keuntungan. Salah satu manfaatnya adalah bahwa informasi dapat dengan segera diperoleh dan pengambilan keputusan dapat dengan cepat dilakukan secara lebih akurat, tepat dan berkualitas. Namun, di sisi lain, perkembangan teknologi informasi, khususnya komputer menimbulkan masalah baru. Bahwa banyak sekarang penggunaan komputer sudah di luar etika penggunaannya, misalnya: dengan pemanfaatan teknologi komputer, dengan mudah seseorang dapat mengakses data dan informasi dengan cara yang tidak sah. Adapula yang memanfaatkan teknologi komputer ini untuk melakukan tindakan kriminal.

Hal-hal inilah yang kemudian memunculkan unsur etika sebagai faktor yang sangat penting kaitannya dengan penggunaan sistem informasi berbasis komputer, mengingat salah satu penyebab pentingnya etika adalah karena etika melingkupi wilayah – wilayah yang belum tercakup dalam wilayah hukum. Faktor etika disini menyangkut identifikasi dan penghindaran terhadapunethical behavior dalam penggunaan sistem informasi berbasis komputer

1.  Perilaku Moral , Konsep Etika dan Hukum

Dalam  suatu  masyarakat yang    memiliki   kesadaran   sosial, tentunya   setiap  orang diharapkan dapat melakukan apa yang benar secara moral, etis dan mengikuti ketentuan  hukum yang berlaku..   Moral adalah    tradisi   kepercayaan   mengenai   perilaku benar dan salah. Moral dipelajari setiap orang sejak kecil sewaktu yang bersangkutan masih anak-anak. Sejak kecil , anak-anak sudah diperkenalkan perilaku moral untuk membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak, atau mana tindakan yang terpuji dan tercela.

Sebagai contoh: anak-anak diminta berlaku sopan terhadap orang tua, menghormati guru, atau tidak menyakiti teman-temannya. Pada saat anak-anak telah dewasa, dia akan mempelajari berbagai peraturan yang berlaku di masyarakat dan diharapkan untuk diikuti. Peraturan-peraturan tingkah laku ini adalah perilaku moral yang diharapkan dimiliki setiap individu..

Program etika adalah suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk   mengarahkan       pegawai  dalam      melaksanakan   pernyataan komitmen. Suatu aktivitas yang umum adalah pertemuan orientasi yang dilaksanakan bagi pegawai baru. Selama pertemuan ini, subyek etika mendapat cukup perhatian. Contoh lain dari program etika adalah audit etika.   Dalam audit etika, sesorang auditor internal mengadakan pertemuan dengan seorang manajer selama beberapa jam untuk mempelajari bagaimana unit manajer tersebut melaksanakan pernyataan komitmen. Kode etik khusus instansi, Banyak instansi telah merancang kode etika mereka sendiri. Kadang-kadang  kode ini diadaptasi dari kode etik dari organisasi sejenis.

2. Perlunya Etika Dalam Pemanfaatan Teknologi Informasi

Perlindungan atas hak individu di internet dan membangun hak informasi merupakan sebagian dari permasalahan etika dan sosial dengan penggunaan sistem informasi yang berkembang luas. Permasalahan etika dan sosial lainnya, di antaranya adalah: perlindungan hak kepemilikan intelektual, membangun akuntabilitas sebagai dampak pemanfaatan sistem informasi, menetapkan standar untuk pengamanan kualitas sistem informasi yang mampu melindungi keselamatan individu dan masyarakat, mempertahankan nilai yang dipertimbangkan sangat penting untuk kualitas hidup di dalam suatu masyarakat informasi.

Dari berbagai permasalahan etika dan sosial yang berkembang berkaitan dengan pemanfaatan sistem informasi, dua hal penting yang menjadi tantangan manajemen untuk dihadapi, yaitu:

a.       Memahami risiko-risiko moral dari teknologi baru. Perubahan teknologi yang cepat mengandung arti bahwa pilihan yang dihadapi setiap individu juga berubah dengan cepat begitu pula keseimbangan antara risiko dan hasil serta kekhawatiran kemungkinan terjadinya tindakan yang tidak benar. Perlindungan atas hak privasi individu telah menjadi permasalahan etika yang serius dewasa ini. Di samping itu, penting bagi manajemen untuk melakukan analisis mengenai dampak etika dan sosial dari perubahan teknologi. Mungkin tidak ada jawaban yang selalu tepat untuk bagaimana seharusnya perilaku, tetapi paling tidak ada perhatian atau manajemen tahu mengenai risiko-risiko moral dari teknologi baru.

b.      Membangun kebijakan etika organisasi yang mencakup permasalahan etika dan sosial atas sistem informasi. Manajemen bertanggung jawab untuk mengembangkan, melaksanakan, dan menjelaskan kebijakan etika organisasi. Kebijakan etika organisasi berkaitan dengan sistem informasi meliputi, antara lain: privasi, kepemilikan, akuntabilitas, kualitas sistem, dan kualitas hidupnya. Hal yang menjadi tantangan adalah bagaimana memberikan program pendidikan atau pelatihan, termasuk penerapan permasalahan kebijakan etika yang dibutuhkan.

Etika merupakan prinsip-prinsip mengenai suatu yang benar dan salah yang dilakukan setiap orang dalam menentukan pilihan sebagai pedoman perilaku mereka. Perkembangan teknologi dan sistem informasi menimbulkan pertanyaan baik untuk individu maupun masyarakat pengguna karena perkembangan ini menciptakan peluang untuk adanya perubahan sosial yang hebat dan mengancam adanya distribusi kekuatan, uang, hak, dan kewajiban.

Dengan menggunakan sistem informasi, penting untuk dipertanyakan, bagaimana tanggung jawab secara etis dan sosial dapat ditempatkan dengan memadai dalam pemanfaatan sistem informasi. Etika, sosial, dan politik merupakan tiga hal yang berhubungan dekat sekali. Permasalahan etika yang dihadapi dalam perkembangan sistem informasi manajemen umumnya tercermin di dalam lingkungan sosial dan politik.

Untuk dapat memahami lebih baik hubungan ketiga hal tersebut di dalam pemanfaatan sistem informasi, diidentifikasi  lima dimensi moral dari era informasi yang sedang berkembang ini, yaitu:

  1. Hak dan kewajiban informasi; apa hak informasi yang dimiliki oleh seorang individu atau organisasi atas informasi? Apa yang dapat mereka lindungi? Kewajiban apa yang dibebankan kepada setiap individu dan organisasi berkenaan dengan informasi?
  2. Hak milik dan kewajiban; bagaimana hak milik intelektual dilindungi di dalam suatu masyarakat digital di mana sulit sekali untuk masalah kepemilikan ini ditrasir dan ditetapkan akuntabilitasnya, dan begitu mudahnya hak milik untuk diabaikan?
  3. Akuntabilitas dan pengendalian; siapa bertanggung jawab terhadap kemungkinan adanya gangguan-gangguan yang dialami individu, informasi, dan hak kepemilikan?
  4. Kualitas sistem; standar data dan kualitas sistem apa yang diinginkan untuk melindungi hak individu dan keselamatan masyarakat?
  5. Kualitas hidup; nilai apa yang harus dipertahankan di dalam suatu informasi dan masyarakat  berbasis pengetahuan? Lembaga apa yang harus ada untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya pelanggaran informasi? Nilai budaya dan praktik-praktik apa yang diperlukan di dalam era teknologi informasi yang baru?

 

Perkembangan teknologi dan sistem informasi banyak membawa perubahan pada berbagai aspek kehidupan, khususnya yang mempengaruhi etika dan sosial masyarakat.   Beberapa organisasi telah mengembangkan kode etik sistem informasi. Namun demikian, tetap ada perdebatan berkaitan dengan kode etik yang dapat diterima secara umum dengan kode etik sistem informasi yang dibuat secara spesifik.  Sebagai manajer maupun pengguna sistem informasi, kita didorong untuk mengembangkan seperangkat standar etika untuk pengembangan kode etika sistem informasi, yaitu yang berbasiskan pada lima dimensi moral yang telah disampaikan di awal, yaitu:

  1. Hak dan kewajiban informasi; Kode etik sistem informasi harus mencakup topik-topik, seperti: privasi e-mail setiap karyawan, pemantauan tempat kerja, perlakuan informasi organisasi, dan kebijakan informasi untuk pengguna.
  2. Hak milik dan kewajiban; Kode etik sistem informasi harus mencakup topik-topik, seperti: lisensi penggunaan  perangkat lunak, kepemilikan data dan fasilitas organisasi, kepemilikan perangkat lunak yang buat oleh pegawai pada perangkat keras organisasi, masalah copyrights perangkat lunak. Pedoman tertentu untuk hubungan kontraktual dengan pihak ketiga juga harus menjadi bagian dari topik di sini.
  3. Akuntabilitas dan pengendalian; Kode etik harus menyebutkan individu yang bertanggung jawab untuk seluruh sistem informasi dan menggaris bawahi bahwa individu-individu inilah yang bertanggung jawab terhadap hak individu, perlindungan terhadap hak kepemilikan, kualitas sistem dan kualitas hidup.  
  4. Kualitas sistem; Kode etik sistem informasi harus menggambarkan tingkatan yang umum dari kualitas data dan kesalahan sistem yang dapat ditoleransi. Kode etik juga harus dapat mensyaratkan bahwa semua sistem berusaha mengestimasi kualitas data dan kemungkinan kesalahan sistem.
  5. Kualitas hidup; Kode etik sistem informasi juga harus dapat menyatakan bahwa tujuan dari sistem adalah meningkatkan kualitas hidup dari pelanggan dan karyawan dengan cara mencapai tingkatan yang tinggi dari kualitas produk, pelayanan pelanggan, dan kepuasan karyawan.

 

Apa itu Etika?

Kata Etika berasal dari Yunani Kuno : "ethikos", yang berarti "timbul dari kebiasaan".

Etika adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.

 

Etika pun memiliki landasan hukum dalam penggunaan teknologi informasi yang tersirat di UU ITE tahun 2008, BAB II asas tujuan pasal 3 , yang berbunyi

"pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum,manfaat,kehati-hatian, itikad baik dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi"

 

Apa itu Teknologi Sistem Informasi?

Teknologi Sistem Informasi (TSI) atau Technology Information System adalah teknologi yang tidak terbatas pada penggunaan sarana komputer, tetapi meliputi pemrosesan data, aspek keuangan, pelayanan jasa sejak perencanaan, standar dan prosedur, serta organisasi dan pengendalian sistem catatan (informasi).

 

Dalam bidang teknologi informasi, tentunya etika menjadi sangat penting khususnya di era informasi seperti sekarang ini. Para pelaku dunia IT harus mengetahui etika dalam penggunaan Teknologi Sistem Informasi.

 

Etika untuk pembuat teknologi informasi 

Pembuat adalah orang yang menciptakan teknologi informasi, biasanya adalah lembaga besar dengan para ahli-ahli teknologi di beberapa bidang namun tidak menutup kemungkinan dilakukan secara individu, dalam membuat teknologi informasi tentu harus memperhatikan etika IT yaitu tidak menjiplak atau mengambil ide/ info dari orang lain secara ilegal, salah satu contohnya adalah kasus dimana apple mengugat samsung dikarenakan bentuk produk yang dimuliki samsung memiliki bentuk yang menyerupai produk apple, dan setelah dilakukan persidangan akhirnya dimenangkan oleh pihak dari apple. 

 

Etika untuk pengelola teknologi informasi 

Pengelola adalah orang yang mengelola teknologi informasi, misalnya adalah provider telekomunikasi, etika bagi pengelola adalah merahasiakan data pribadi yang dimiliki oleh client mereka, selain itu juga tidak melakukan pelanggaran perundang-undangan ITE

 

Etika untuk pengguna teknologi informasi 

            Pengguna adalah orang yang menggunakan teknologi informasi untuk membantu menyelesaikan masalah dan mempermudah pekerjaan mereka, etika bagi pengguna adalah tidak melakukan atau menggunakan apliksi bajakan yang dapat merugikan pembuat, menghormati hak cipta yang milik orang lain, tidak merusak teknologi informasi , contohnya adalah bila mengutip tulisan dari blog atau halaman lain yang dimasukan kedalam blog pribadi,maka diharuskan untuk menulis atau mencantumkan backlink sebagai bentuk pertangungjawaban atas kutipan yang telah dilakukan.

 

 


            Kita menyadari perlunya manajemen puncak menetapkan budaya etika menyeluruh di perusahaan. Budaya ini menyediakan kerangka kerja etika, seperti halnya kode etika dari berbagai asosiasi profesional di bidang sistem informasi. Etika mempengaruhi bagaimana para spesialis informasi melaksanakan tugas mereka Dengan demikian tanggung jawab CIO untuk mencapai etika pada sistem yang dibuat dan pada orang-orang yang membuatnya. Untuk memenuhi tanggung jawab tersebut CIO dapat mengikuti strategi yang terencana dengan baik. 



Moral, Etika, dan Hukum


            Moral adalah tradisi kepercayaan mengenai prilaku benar dan salah. Kita mulai mempelajari peraturan-peraturan dari prilaku moral sejak kecil. Walau berbagai masyarakat tidak mengikuti satu set moral yang sama, terdapat keseragaman kuat yg mendasar. ”Melakukan apa yang benar secara moral” merupakan landasan prilaku sosial kita.

            Kata Etika berasal dari bahasa Yunani Ethos, yang berarti karakter. Etika adalah kepercayaan, standar, atau pemikiran yang mengisi suatu individu, kelompok atau masyarakat. Semua individu bertanggung jawab kepada masyarakat atas prilaku mereka. Masyarakat dapat berupa suatu kota,negara atau profesi. Tindakan kita juga diarahkan oleh etika.

            Tidak seperti moral, etika dapat sangat berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Kita melihat perbedaan ini di bidang komputer dalam bentuk perangkat lunak bajakan (perangkat lunak yang digandakan secara illegal lalu digunakan atau dijual). Pada tahun 1994 diperkirakan 35 % perangkat lunak yang digunakan di Amerika Serikat telah dibajak, dan angka ini melonjak menjadi 92 % di Jepang dan 99 % di Tailand. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa para pemakai komputer di Jepang dan Tailand kurang etis dibandingkan pemakai Amerika Serikat. Namun tidak pasti demikian. Beberapa kebudayaan, terutama di negara-negara Timur yang menganjurkan sikap berbagi. 

Hukum adalah peraturan prilaku formal yang dipaksakan oleh otoritas berdaulat, seperti Pemerintah kepada rakyat atau warga negaranya. Hingga kini sangat sedikit hukum yg mengatur penggunaan komputer. Hal ini karena komputer merupakan penemuan baru dan sistem hukum kesulitan mengikutinya. 



            Berbagai kejahatan computer yang sudah dikenal oleh masyarakat yaitu:
1.Computer crime (cyber crime), merupakan kegiatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai komputer sebagai sarana/alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain. 


2.Unauthorized Access to Computer System and Service, merupakan Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/ menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya.


3.Illegal Contents, merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak benar dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. 


4.Data Forgery, merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet.
 5.Cyber Espionage, merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran. 


6.Cyber Sabotage and Extortion, merupakan kejahatan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.


7.Offense Against Intellectual Property, merupakan kejahatan yang ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki pihak lain di internet.


8.Infringements of Privacy, merupakan kejahatan yang ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan seseorang pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain akan dapat merugikan korban secara materil maupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan sebagainya. 


Dengan demikian hukum bagi penggunakan computer berangsur-angsur mulai dikenal dan semakin bertambah. Beberapa sebab kejahatan computer yaitu:


•Aplikasi bisnis yang berbasis komputer atau internet meningkat


•Electronic commerce (e-commerce) 


•Electronic data interchange (EDI) •Desentralisasi server 


•Transisi dari single vendor ke multi vendor 


•Teknologi yang semakin canggih 



            Pada saat ini penggunaan komputer dalam bisnis diarahkan oleh nilai-nilai moral dan etika seorang manajer, spesialis informasi dan pemakai serta hukum yang berlaku. Hukum paling mudah diinterpretasikan karena bentuknya tertulis. Di pihak lain, etika tidak didefinisikan secara persis dan tidak disepakati oleh semua anggota masyarakat. Bidang yang sukar dari etika komputer inilah yang sedang memperoleh banyak perhatian.
Tiga alasan utama atas minat masyarakat yang tinggi pada etika komputer, adalah :
1.Kelenturan logis, kemampuan memprogram komputer untuk melakukan apapun yang kita inginkan.

2.Faktor transformasi, berdasarkan fakta bahwa komputer dapat mengubang secara drastic cara kita melakukan sesuatu (misalnya penggunaan e-mail, konferensi video, dan konferensi jarak jauh).

3.Faktor tak kasat mata, komputer dipandang sebagai kota hitam. Semua operasi internal komputer tersembunyi dari penglihatan. Operasi internal tersebut membuka peluang pada nilai-nilai pemrograman yang tidak terlihat, perhitungan rumit yang tidak terlihat dan penyalahgunaan yang tidak terlihat.


Hak sosial dan komputer


Masyarakat memiliki hak-hak tertentu berkaitan dengan penggunaan komputer. Hak ini dapat dipandang dari segi komputer atau dari segi informasi yang dihasilkan computer yaitu:
1.Hak atas komputer 


2.Hak atas akses komputer 


3.Hak atas keahlian komputer 


4.Hak atas spesialis komputer 


5.Hak atas pengambilan keputusan 


6.Hak atas informasi 


7.Hak atas Privacy 


8.Hak atas Accuracy


9.Hak atas Property


10.Hak atas Accessibility 

 
Masalah etika juga mendapat perhatian dalam pengembangan dan pemakaian sistem informasi. Masalah ini diidentifikasi oleh Richard Mason pada tahun 1986 (Zwass, 1998) yang mencakup privasi, akurasi, property, dan akses.


1. Privasi


Privasi menyangkut hak individu untuk mempertahankan informasi pribadi dari pengaksesan oleh orang lain yang memang tidak diberi ijin untuk melakukannya. Contoh isu mengenai privasi sehubungan diterapkannya sistem informasi adalah pada kasus seorang manajer pemasaran yang ingin mengamati email yang dimiliki bawahannya karena diperkirakan mereka lebih banyak berhubungan dengan email pribadi daripada email para pelanggan. Sekalipun manajer dengan kekuasaannya dapat melakukan hal itu, tetapi ia telah melanggar privasi bawahannya.


2. Akurasi


Akurasi terhadap informasi merupakan factor yang harus dipenuhi oleh sebuah sistem informasi. Ketidakakurasian informasi dapat menimbulkan hal yang mengganggu, merugikan, dam bahkan membahayakan. Sebuah kasus akibat kesalahan penghapusan nomor keamanan social dialami oleh Edna Rismeller. Akibatnya, kartu asuransinya tidak bisa digunakan dan bahkan pemerintah menarik kembali cek pensiun sebesar $672 dari rekening banknya. Mengingat data dalam sistem informasi menjadi bahan dalam pengambilan keputusan, keakurasiannya benar-benar harus diperhatikan.

3. Properti


Perlindungan terhadap hak property yang sedang digalakkan saat ini yaitu dikenal dengan sebutan HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual). Kekayaan Intelektual diatur melalui 3 mekanisme yaitu hak cipta (copyright), paten, dan rahasia perdagangan (trade secret).


a. Hak Cipta

Hak cipta adalah hak yang dijamin oleh kekuatan hokum yang melarang penduplikasian kekayaan intelektual tanpa seijin pemegangnya. Hak cipta biasa diberikan kepada pencipta buku, artikel, rancangan, ilustrasi, foto, film, musik, perangkat lunak, dan bahkan kepingan semi konduktor. Hak seperti ini mudah didapatkan dan diberikan kepada pemegangnya selama masih hidup penciptanya ditambah 70 tahun.


b. Paten


Paten merupakan bentuk perlindungan terhadap kekayaan intelektual yang paling sulit didapat karena hanya akan diberikan pada penemuan-penemuan inovatif dan sangat berguna. Hukum paten memberikan perlindungan selama 20 tahun.


c. Rahasia Perdagangan


Hukum rahasia perdagangan melindungi kekayaan intelektual melalui lisensi atau kontrak. Pada lisensi perangkat lunak, seseorang yang menandatangani kontrak menyetujui untuk tidak menyalin perangkat lunak tersebut untuk diserhakan pada orang lain atau dijual.

PERDAGANGAN DALAM JARINGAN ELEKTRONIK




1. Misalkan perusahaan-perusahaan tidak mencapai perdagangan melalui jaringan elektronik dalam arti terluasnya, yang mana dari delapan elemen lingkungan yang paling sering disertakan?
Jawab :
Elemen yang sering disertakan adalah Pemerintah

2. Apa yang menghalangi lebih banyak perusahaan untuk ikut serta dalam perdagangan melalui jaringan elektronik?
Jawab :
Yang menghalangi lebih banyak perusahaan untuk ikut serta dalam perdagangan melalui jaringan elektronik adalah :
Biaya tinggi
Masalah keamanan
Perangkat lunak yang belum mapan atau tidak tersedia

3. Apa nama yang digunakan untuk informasi yang menjelaskan elemen-elemen lingkungan perusahaan?
Jawab :
Nama yang digunakan untuk informasi yang menjelaskan elemen-elemen lingkungan perusahaan adalah Intelejen

4. Apakah istilah Intelejen kompetitif dan Intelejen bisnis memiliki arti yang sama? Jelaskan.
Jawab :
Ya, karena sekarang pengumpulan, penyimpanan, dan penyebaran informasi lingkungan merupakan aplikasi computer penting dalam banyak perusahaan diseluruh dunia. Aplikasi itu dikhususkan untuk mengumpulkan informasi tentang pesaing perusahaan, sehingga tercipta istilah intelejen kompetitif dan bila didefinisikan secara luas untuk mencakup informasi di semua elemen lingkungan, istilah yang tepat adalah intelejen bisnis.

Apa Itu CIO ( Chief Information Officer ) ?

Chief Information Officer (CIO) atau Teknologi Informasi (TI) Direktur, adalah jabatan umum diberikan kepada eksekutif paling senior di sebuah perusahaan yang bertanggung jawab untuk teknologi informasi dan komputer sistem yang mendukung tujuan perusahaan. Umumnya, CIO melaporkan ke kepala eksekutif, chief operating officer atau direktur keuangan. Dalam organisasi militer, mereka melapor ke komandan.

Teknologi informasi dan sistem yang telah menjadi begitu penting bahwa CIO telah datang untuk dilihat di banyak organisasi sebagai kontributor kunci dalam merumuskan tujuan strategis bagi suatu organisasi. Keunggulan posisi CIO telah sangat meningkat sebagai informasi, dan teknologi informasi yang mendorong hal itu, telah menjadi bagian yang semakin penting dari organisasi modern. Banyak CIO menambahkan judul c-tingkat tambahan untuk mencerminkan semakin pentingnya teknologi dalam perusahaan berhasil menjalankan; tren ini disebut sebagai CIO-plus. CIO dapat menjadi anggota komite eksekutif organisasi, dan / atau mungkin sering diminta untuk terlibat di tingkat dewan tergantung pada sifat organisasi dan struktur operasi dan lingkungan pemerintahan. Tidak ada kualifikasi khusus yang intrinsik dari posisi CIO, meskipun calon khas mungkin memiliki keahlian dalam sejumlah bidang teknologi - ilmu komputer, rekayasa perangkat lunak, atau sistem informasi. Banyak calon memiliki Master of Business Administration atau Master of Science dalam derajat Manajemen. [8] Baru-baru ini kemampuan kepemimpinan, ketajaman bisnis CIO 'dan perspektif strategis telah diambil diutamakan daripada keterampilan teknis. Sekarang cukup umum untuk CIO untuk diangkat dari sisi bisnis organisasi, terutama jika mereka memiliki keterampilan manajemen proyek.

Pada tahun 2012, Gartner Program Eksekutif melakukan survei CIO global dan menerima tanggapan dari 2.053 CIO dari 41 negara dan 36 industri. [9] Gartner melaporkan bahwa hasil survei menunjukkan bahwa sepuluh prioritas teknologi untuk CIO untuk 2013 adalah analisis dan intelijen bisnis, ponsel teknologi, komputasi awan, teknologi kolaborasi, warisan modernisasi, manajemen TI, manajemen hubungan pelanggan, virtualisasi, keamanan, dan perencanaan sumber daya perusahaan.

Majalah CIO "Negara CIO 2008" survei meminta 558 pemimpin TI yang mereka melaporkan ke. Hasilnya:. CEO (41%), CFO (23%), COO (16%), Perusahaan CIO (7%) dan lainnya (13%) [10]

Biasanya, seorang CIO terlibat dengan mengemudi analisis dan re-engineering proses bisnis yang ada, mengidentifikasi dan mengembangkan kemampuan untuk menggunakan alat-alat baru, membentuk kembali infrastruktur dan jaringan fisik akses perusahaan itu, dan dengan mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber daya perusahaan itu pengetahuan. Banyak CIO kepala upaya perusahaan untuk mengintegrasikan Internet ke kedua nya strategi jangka panjang dan rencana bisnis terdekatnya. CIO sering bertugas dengan baik mengemudi atau menuju proyek TI penting yang penting untuk tujuan strategis dan operasional dari sebuah organisasi. Sebuah contoh yang baik dari ini akan menjadi implementasi Enterprise Resource Planning (ERP) sistem yang biasanya memiliki luas implikasi bagi kebanyakan organisasi. CIO berkembang menjadi peran di mana ia / dia menciptakan dan pemantauan nilai bisnis dari aset TI, ke titik di mana strategi perusahaan Chris Potts menunjukkan dalam hasil novel yang Chief Information Officer (CIO) diganti dengan Kepala internal Investasi Officer ( CIIO). [11]

Cara lain bahwa peran CIO berubah adalah fokus peningkatan pada manajemen pelayanan. [12] Sebagai SaaS, IaaS, BPO dan teknik pengiriman nilai lain yang lebih fleksibel dibawa ke organisasi CIO biasanya berfungsi sebagai manajer pihak ke-3 bagi organisasi. Pada dasarnya, seorang CIO dalam organisasi modern diperlukan untuk memiliki keterampilan bisnis dan kemampuan untuk berhubungan dengan organisasi secara keseluruhan, sebagai lawan menjadi ahli teknologi dengan keahlian bisnis fungsional terbatas. Posisi CIO adalah sebagai banyak tentang mengantisipasi tren di pasar berkaitan dengan teknologi seperti itu adalah sekitar memastikan bahwa bisnis menavigasi tren ini melalui bimbingan ahli dan perencanaan strategis TI yang tepat yang selaras dengan strategi perusahaan organisasi.

MEA 2015: Ajang Kompetisi Kualitas Tenaga Kerja

Deklarasi blueprint Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 yang ditandatangani oleh sepuluh kepala negara di Singapura pada November 2007 menjadi sebuah bukti komitmen yang kuat dari negara-negara anggota ASEAN untuk memulai sebuah langkah integrasi dari segi ekonomi. Meskipun ada tiga pilar yang dibangun dalam Komunitas ASEAN, hal yang paling memungkinkan untuk memulai proses integrasi di kawasan Asia Tenggara adalah dari pilar ekonomi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam sebuah pidato perayaan 38 tahun ASEAN On Building the ASEAN Community: the Democratic Aspect”, menyatakan ASEAN sudah merencanakan hal-hal besar dan signifikan, khususnya dalam bidang ekonomi, untuk membangun kawasan Asia Tenggara sebagai sebuah pasar besar yang potensial untuk meraup keuntungan dan stabilitas ekonomi kawasan. Ini yang menjadi dasar mengapa integrasi harus dimulai dari segi ekonomi.
Selain itu, belajar dari sejarah pendirian beberapa organisasi regional, seperti Uni Eropa, hal yang paling memungkinkan untuk terintegrasi secara mudah adalah dari pilar ekonomi karena tujuan yang hendak dicapai oleh berbagai negara serupa. MEA menjadi sebuah proses integrasi yang memerlukan dukungan dari berbagai lapisan masyarakat untuk meningkatkan kompetensi perekonomian di Asia Tenggara dan menjamin kemajuan kualitas dari berbagai sektor ekonomi negara-negara anggota ASEAN.
Bagi Indonesia, keberadaan MEA menjadi babak awal untuk mengembangkan berbagai kualitas perekonomian di kawasan Asia Tenggara dalam perkembangan pasar bebas menjelang tahun 2015. MEA menjadi dua sisi mata uang bagi Indonesia: satu sisi menjadi kesempatan yang baik untuk menunjukkan kualitas dan kuantitas produk dan sumber daya manusia (SDM) Indonesia kepada negara-negara lain dengan terbuka, tetapi pada sisi yang lain dapat menjadi titik balik untuk Indonesia apabila Indonesia tidak dapat memanfaatkannya dengan baik.
Peranan tenaga kerja dalam memproduksi sampai mendistribusikan produk dan jasa akan menjadi penting. Dalam era persaingan global, Indonesia harus memperhatikan tenaga kerja dan produksi yang tidak hanya sekadar soal kuantitatif, tetapi juga sisi kualitatif yang perlu diperhatikan. Daya saing Indonesia yang masih terhitung rendah dapat menjadi ‘batu sandungan’ dalam perannya di MEA.
Permasalahan yang ada dari sisi tenaga kerja pun tidak terlepas dari kualitas yang rendah, seperti tingkat pendidikan dan keahlian yang belum memadai. Seperti dikutip dari Buletin Komunitas ASEAN bulan Maret, kesempatan bagi tenaga kerja baru di Indonesia pun 22% lebih buruk dibandingkan Filipina, Malaysia, dan Vietnam. Ini juga akan berdampak pada perkembangan riset dan inovasi yang baru dalam meningkatkan daya saing yang lebih besar. Perkembangan riset dan inovasi merupakan bagian yang penting dalam meningkatkan kompetensi persaingan di tingkat regional dan tingkat global. Dalam MEA 2015, tenaga kerja sebagai aktor yang penting dalam produksi, perlu menyadari bahwa persaingan pada tingkat regional akan semakin besar dan kompetitif. Tahun 2015 akan segera datang dan mau-tidak mau setiap orang yang ada dalam regional Asia Tenggara harus siap menghadapi MEA, khususnya Indonesia.
Kuantitas tinggi, kualitas rendah
Dari data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat tingkat partisipasi angkatan kerja pada bulan Februari 2014 sebesar 69,17%, meningkat 2,4% dari bulan Agustus 2013. Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka turun sebesar 0,47% dari 6,17% pada bulan Agustus 2013 menjadi 5,70% pada Februari 2014. Namun, dengan menurunnya tingkat pengangguran terbuka ini bukan berarti Indonesia telah mengalami kemajuan dan dapat dinyatakan siap dalam menyikapi MEA 2015 karena berbagai macam permasalahan domestik berkaitan dengan tenaga kerja masih belum dapat diselesaikan, salah satunya adalah Indonesia belum mampu menghasilkan tenaga kerja yang memiliki kualitas tinggi untuk mampu bersaing di pasar global dan mencegah banjirnya tenaga kerja yang lebih terampil dari negara lain. Permasalahan lainnya adalah diskriminasi terhadap tenaga kerja wanita, honor yang masih belum memadai, permasalahan perlindungan tenaga kerja, dan lain-lain.
Perlu dipahami bahwa persaingan dalam MEA 2015 tidak sekadar sebuah negara mampu untuk menghasilkan produk yang memiliki kualitas dengan standar internasional, tetapi juga mampu memproduksi tenaga kerja yang mampu berkompetisi di kancah regional dan global. Indonesia, sebagai negara dengan penduduk terbesar di Asia Tenggara, mampu menghasilkan tenaga kerja dalam kuantitas yang besar. Dari data yang dilansir  Tempo, jumlah tenaga kerja Indonesia pada Februari 2014 sebesar 125,3 juta orang dengan jumlah pekerja 118,2 juta orang. Namun, ini tidak dapat diimbangi dengan kualitas pendidikan yang dimiliki oleh para pekerja. Mayoritas tenaga kerja Indonesia masih berpendidikan sekolah dasar (46,8%) dan lebih banyak bekerja pada sektor informal (59,81%).
Dari data-data ini, dapat disimpulkan tenaga kerja Indonesia masih banyak secara kuantitatif, tetapi belum memiliki kualitas yang memadai. Simpulan ini didukung oleh Ekonom Senior Bank Dunia, Vivi Alatas, seperti dikutip <em>merdeka.com</em> yang menyatakan Indonesia harus mampu mendorong diadakan pelatihan keterampilan karena mayoritas tenaga kerja Indonesia kurang dalam kecerdasan sikap, kemampuan berbahasa Inggris, dan pengoperasian computer.
Namun, sikap yang tidak kalah pentingnya dalam menyikapi MEA 2015 adalah peningkatan daya saing yang memiliki mutu yang baik dan kesadaran dari setiap individu sebagai bagian dari MEA itu sendiri. Bagi seorang tenaga kerja, peningkatan daya saing dalam MEA merupakan elemen yang tidak dapat dilepaskan karena efisiensi dan kompetensi yang dimiliki seorang tenaga kerja akan mempengaruhi hasil barang ataupun jasa, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Jika sebuah negara memiliki daya saing yang tinggi dan mampu berkompetisi di kancah regional dan global, maka dapat dipastikan tenaga kerja yang dimiliki telah mampu mencapai standarisasi dan memiliki reputasi yang patut diperhitungkan. Untuk mencapai standarisasi, setiap tenaga kerja terdidik perlu mendapatkan  Mutual Recognition Agreement  MRA) sebagai sertifikasi. Sebagai SDM yang potensial, tenaga kerja Indonesia perlu peningkatan yang lebih, khususnya dalam bidang-bidang keilmuan.
Dukungan dari pemerintah pun juga tidak dapat dilepaskan untuk memberikan kesadaran bahwa MEA merupakan integrasi yang tidak lagi mungkin untuk dihindari dan satu-satunya cara untuk dapat bersaing di tingkat regional adalah kemampuan yang tinggi, baik dari bidang <em>hard skill</em> maupun  soft skill. Hal ini dibutuhkan karena MEA 2015 akan memberikan keleluasaan bagi seluruh masyarakat di negara-negara anggota ASEAN untuk bekerja secara bebas di luar negaranya.
Apabila tenaga kerja yang dimiliki oleh Indonesia belum mampu untuk memberikan kualitas yang memadai meskipun memiliki kuantitas yang begitu banyak, maka persaingan dalam dunia pekerjaan akan semakin sulit untuk dihadapi, khususnya saat bersaing dengan tenaga kerja dari Singapura, Filipina, dan Malaysia yang mana telah memiliki kemampuan medium skilled.
Kualitas yang rendah yang dimiliki oleh tenaga kerja Indonesia saat ini bukan berarti Indonesia harus mundur dari persaingan tenaga kerja pada era MEA 2015. Justru sebaliknya, keberadaan MEA harus dijadikan bagian dari mendorong kualitas dari segi pendidikan dan kemampuan agar tenaga kerja Indonesia pun dapat bersaing dalam memperebutkan lapangan pekerjaan di negara sendiri dan negara anggota ASEAN lainnya.
Melalui proses integrasi yang dimulai dari pilar ekonomi, Indonesia, melalui SDM yang dimilikinya harus mampu menunjukkan performa yang besar sehingga ke depannya Indonesia dapat memiliki jiwa dengan daya saing yang besar di tingkat Asia Tenggara maupun di tingkat internasional. Dengan adanya kualitas yang memadai, tenaga kerja Indonesia akan dapat memperbaiki permasalahan-permasalahan yang terjadi yang berkaitan dengan hal tersebut, seperti honor yang rendah dan keberadaan tenaga kerja  outsourcing.
Perlu disadari pula bahwa ini diperlukan peranan dari berbagai pihak, salah satunya adalah tenaga kerja itu sendiri. MEA diharapkan dapat meningkatkan tingkat partisipasi publik di regional Asia Tenggara untuk mewujudkan integrasi yang berkelanjutan sehingga tidak hanya melahirkan individu-individu yang berdedikasi, tetapi juga dapat mengimplementasikan nilai-nilai yang baik Bukan hanya tanggung jawab pemerintah.
MEA merupakan gagasan dari kesepuluh negara Asia Tenggara untuk mewujudkan perekonomian yang lebih baik pada tahun 2015 mendatang. Keberadaan MEA tidak dapat dilepaskan dari partisipasi seluruh lapisan masyarakat untuk terlibat dan ikut serta dalam terselenggaranya integrasi yang berkelanjutan sehingga Asia Tenggara menjadi kawasan yang strategis dalam bidang perekonomian. Peranan pemerintah memang menjadi bagian yang paling penting dalam meningkatkan kualitas SDM agar tenaga kerja Indonesia memiliki kemampuan yang dapat disetarakan dengan negara-negara lain. Landasan utama yang dimiliki pemerintah untuk mendorong kualitas adalah membuat standar untuk seluruh SDM di Indonesia dengan membuat undang-undang yang dapat memperjelas apa yang perlu dilakukan oleh setiap masyarakat dalam menyongsong MEA 2015.
Meskipun peran dominan dalam meningkatkan kualitas menjadi milik pemerintah, bukan berarti seluruh tanggung jawab berada di tangan pemerintah. Justru sebaliknya, perlu kesadaran dini bahwa efek dari MEA akan dirasakan langsung oleh masyarakat dan tanggung jawab untuk berpartisipasi dan mempersiapkan diri menjelang 2015 menjadi milik bersama. Pemerintah tidak dapat menjalankan MEA 2015 dengan baik apabila tidak ada partisipasi dari masyarakat, khususnya tenaga kerja yang akan bermain di sektor-sektor penting untuk menunjukkan kualitas yang baik.
Demikian pula sebaliknya. Tenaga kerja pun harus mau memiliki daya juang yang tinggi untuk memiliki berbagai macam keterampilan agar tidak tertinggal dengan negara lainnya. Tenaga kerja sebagai subjek yang penting dalam kegiatan ekonomi akan memiliki pengaruh yang besar ketika MEA telah dijalankan. Apabila tenaga kerja Indonesia tidak mampu berkompetisi dengan tenaga kerja dari negara-negara anggota ASEAN lainnya, maka akan muncul permasalahan lain yang lebih kompleks.
Menyongsong MEA 2015 bukan harus dilakukan dengan tergesa-gesa karena waktu yang sebentar lagi akan tiba, tetapi perlu sinergi yang besar untuk menyatukan seluruh lapisan masyarakat untuk ikut serta dan bekerja sama untuk mewujudkan stabilitas kawasan. Tenaga kerja pun perlu memiliki daya saing yang tinggi sehingga persaingan dalam tingkat regional pun akan dapat dilalui agar memiliki kesempatan untuk bersaing di tingkat internasional. MEA 2015 menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk menunjukkan kompetensi yang sesungguhnya dalam kualitas dan kuantitas tenaga kerja yang dimilikinya.
MEA: langkah awal tenaga kerja Indonesia menuju tingkat global
 Etos kerja yang tinggi merupakan salah satu faktor mengapa Jepang dapat bangkit dari keterpurukan pasca krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998. Belajar dari Jepang yang juga sama-sama mengalami dampak dari krisis tersebut, Indonesia pun butuh semangat kerja yang tinggi dan kemampuan untuk belajar yang besar. Dengan adanya MEA 2015, Indonesia dapat menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai peluang untuk mempromosikan kualitas dan daya saing yang mampu berkompetisi di area regional.
MEA 2015 bukanlah senjata untuk memantik tenaga kerja Indonesia terpuruk di regionalnya sendiri, melainkan sebaliknya, agar tenaga kerja Indonesia dapat bertukar pengalaman dari negara-negara anggota ASEAN lainnya. Dengan sebagian besar penduduknya yang berusia produktif, akan sangat sulit membendung tenaga kerja Indonesia untuk bekerja dan berkompetisi dalam MEA 2015. Namun, kualitas tenaga kerja Indonesia yang masih bermayoritaskan pada tenaga kerja informal akan menjadi masalah dalam menghadapi MEA 2015 karena akan ada pembatasan pada tenaga kerja informal.
Akses terhadap kehidupan sosial, seperti pendidikan dan kesehatan, merupakan faktor yang dominan dalam mendorong kualitas tenaga kerja Indonesia menjelang MEA 2015. Namun, apabila akses itu tidak digunakan oleh tenaga kerja dengan baik, maka pembangunan kualitas SDM di Indonesia akan semakin sulit.
Dengan adanya MEA 2015, kesadaran akan pentingnya kualitas dalam hidup bermasyarakat menjadi bagian yang tidak terpisahkan untuk mendorong daya saing dan nilai kompetensi dalam setiap SDM. Akan menjadi sia-sia apabila kita yang juga sebagai bagian dari MEA 2015 hanya sibuk untuk menggerutu dan menyalahkan pemerintah apabila di dalam diri kita pun tidak ada keinginan untuk bersaing secara regional. MEA 2015 harus mampu dimanfaatkan sebaik-baiknya sebagai media mempromosikan diri dalam kancah regional dan “tempat latihan” untuk tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di kancah internasional dengan kualitas yang lebih dari negara-negara anggota ASEAN lainnya.


 Kesimpulan

          Permasalahan yang ada dalam tenaga kerja Indonesia saat ini memang tidak dapat dihindari. Namun, permasalahan itu bukan harus menjadi alasan untuk menghentikan persaingan di tingkat regional dalam MEA 2015. Justru sebaliknya, Indonesia harus melihat peluang yang terbuka untuk memperbaiki kualitas SDM yang ada dengan meningkatkan daya saing, menyediakan pendidikan dan kesehatan yang memadai, dan memberikan edukasi terhadap pentingnya MEA 2015 itu sendiri.
Dalam kondisi perekonomian Indonesia yang sangat baik ini, kualitas SDM masih perlu diperbaiki. Tenaga kerja Indonesia tidak bisa hanya berkelindan sebagai tenaga kerja informal karena kualitas yang belum memadai. Dalam hal ini, pemerintah memang berpengaruh sangat besar untuk mendorong kemajuan kualitas itu, tetapi tanpa adanya kesadaran dari setiap individu sebagai bagian dari MEA 2015 akan sangat sulit mencapai target yang hendak dicapai oleh Indonesia. MEA 2015 harus dijadikan media bagi tenaga kerja Indonesia untuk belajar bersaing di tingkat yang lebih tinggi, yaitu tingkat Asia Tenggara.